. 02 Agustus 2008
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks

Jalan Raya Ternyata Pasar Raya
Oleh: Dedy Hermawan

Entah apa yang terjadi dengan bangsa kita, dimana pada dewasa ini sudah banyak digencarkan oleh pemerintah sebuah moto yang provokatif yaitu “Membangun kota, Mengembangkan daerah” ternyata sampai saat ini masih saja hanya sekedar slogan belaka, tetapi masih belum mengubah pola pikir masyarakat. Baik masyarakat desa dan terlebih lagi yang berdomisili di kota. Masyarakat kota yang notabenenya lebih mapan daripada yang ada di desa, baik fasilitas maupun sarana prasarananya. Entah nasib baik atau sebuah keberuntungan masyarakat itu ternyata adanya kelebihan itu bisa dimanfaatkan secara profesional oleh masyarakatnya. Yaitu tentang pembangunan pasar raya alias pasar di tengah jalan raya. Hal ini mungkin sebagian warga menganggap bahwa ini adalah hal yang lumrah, karena dulu lahan yang dipake sebagai jalan raya saat ini adalah bekas pasar. Dan karena tempat itu secara turun temurun di jadikan pasar maka sudah tentu sebagai generasi penerus berkewajiban untuk melanjutkannya sebagai pasar.


Hal itu adalah sebagian contoh dari ruang masyarakat di kota Surabaya dan mungkin masih terjadi di daerah lain, karena kurangnya pembinaan kedewasaan mental penduduk kota. hal ini sudah tentu mencerminkan kinerja sebuah pemerintah daerahnya. Jika saat ini masih terdapat jalan raya yang dijadikan sebuah pasar tidak bisa dipungkiri trotoar kota akan dijadikan warung, sungai dijadikan tempat sampah. Karena memang pemerintah ternyata tidak mengakomodir keinginan dari masyarakatnya. Dan masyarakat sendiri terlalu egois untuk memaksakan kehendaknya.

Hal ini menjadi pelajaran buat kota-kota besar lainnya, yang pertama dibangun jangan materi saja!!! mental serta kedisiplinan masyarakat harus diutamakan. Saat ini tidak mungkin mengubah pola pikir masyarakat yang sudah terbentuk seperti itu. Tetapi jika kita ingin mengubah maka butuh sebuah tindakan yang tegas. Apakah mungkin dengan penggusuran atau dengan proses pemaksaan. Tetapi jika penggusuran yang dilakukan tidak dibarengi dengan adanya relokasi, maka solusi tersebut akan bisa jadi sebuah masalah. Tidak ada yang disalahkan ketika pemerintah harus melakukan sebuah tindakan kedisiplinan.
Dan yang terpenting ketika tindakan tegas sudah dilakukan maka jangan jangan sekali-kali melupakan kepentingan dari masyarakat yang sudah ada disana sebelumnya. Coba ditinjau ulang ketika melakukan penggusuran kaki lima yang ada diTrotoar misalnya: jika satu atau dua saja masih mungkin untuk dilakukan karena sedikit resiko. Tapi jika yang digusur ternyata dalam jumlah yang besar puluhan orang maka yang terjadi adalah pemerintah membuat sebuah penurunan ekonomi masyarakat. Karena bisa dilihat ternyata perdagangan kaki lima itu merupakan penunjang ekonomi masyarakat khususnya di kota, yang notabenenya adalah masyarakat kurang mampu. Yang hanya mengandalkan keahlian berdagang karena kurangnya pendidikan dan ketrampilan.
Permasalahan yang kompleks tersebut ternyata tidak bisa diselesaikan secara instan dengan melarang pedagang kaki lima itu berjualan saja, bisa dilihat ternyata sangat sulit menawarkan pekerjaan di lingkungan perkotaan kecuali dengan perdagangan kecil. Dan jika pemerintah mau mencarikan solusi dari permasalahan diatas pertama yang harus dilakukan adalah membuka lapangan pekerjaan yang cocok untuk masyarakat kota selain perniagaan.

0 komentar: